Ngapak itu Bahasa Jawa Asli: “ora ngapak ora kepenak”
"Jarene ora ngapak ora
kepenak" (katanya kalau ngga ngapak engga enak), itulah kata-kata ampuh yang kerap kali muncul
ketika orang Banyumas menjadi bahan ledekan/tertawaan orang sekitarnya. Memang ini
kerap terjadi, terutama di daerah rantau luar Banyumas. Apalagi bagi
orang-orang daerah Yogyakarta dan Surakarta, yang oleh orang Banyumas disebut
sebagai bangsa ‘Bandhekan’ (bandhek adalah sebutan untuk Bahasa Jawa
yang pengucapan ‘a’ menjadi ‘o’ atau setengah ‘o’), Bahasa ngapak itu sering menjadi
bahan ejekan karena di telinga terdengar lucu: pating kropyak (seperti benturan kayu-kayu kering).
Akibatnya,
generasi muda Banyumasan yang bersekolah/kuliah di Yogya/Surakarta dan
sekitarnya malu-malu menggunakan bahasa Ibunya sendiri. Bahkan dari pengalaman
pribadi, banyak dari mereka yang menggunakan Bahasa Indonesia kecuali jika
bertemu dengan bala (rekan) asal
daerahnya. Apalagi bagi perempuan, mereka akan mudah baper (bawa perasaan) kalau bahasa anak sekarang, jika ditengah
pembicaraan ngapak meraka tiba-tiba
ada yang nyeletuk “Ayu-ayu kok ngomonge
koak-koek!”(cantik-cantik kok bicaranya koak-koek kaya tokek).
Sebenarnya
sebagai orang Banyumas, ngga perlu malu, karena jika dilihat dari sejarahnya bahasa
ngapaklah yang tertua. Bahasa ngapak atau bahasa Jawa Asli (jawadipa) sudah ada jauh sebelum Aji
Saka menciptakan aksara jawa. Tau kan sejarah Aji Saka yang melawan
Dewatacengkar itu? Itu lho yang ada di salah satu film fenomenalnya Suzanna
yang ada Dewatacengkar yang memakan manusia. Naah sudah ingat kan?
Oke,
lanjut! Jadi pada tahun 78 Masehi di tanah Jawa, terjadi reformasi kebudayaan
yang di lakukan Aji Saka. Saat itu reformasi kebudayaan pada saat kerajaan
Medang Kamulan, Aji Saka melakukan reformasi kebudayaan:
1. Melengserkan
raja Jawa asli durangkara Dewatacengkar
2. Memperkenalkan
tata cara adat Keraton, seperti yang berlaku di kerajaan Hindhu serta
memperlakukan peraturan perundangan (hukum) tata pemerintahan kerajaan
3. Menyebarkan
agama Hindhu
4. Menciptakan
alphabet/huruf Jawa Ha, Na, Ca, Ra, Ka,dsb
5. Merevisi
tata kalender Jawa Asli Kala Mangsa
dengan tarikh Hindhu dikenal dengan Tarikh Saka
6. Memperkanalkan
bahasa Sansekerta
Namun
berdarkan penuturan Veth dalam bukunya Geogrphisch,
Etthnologisch, Historisch, ketika Aji Saka belum sempat menghidupkan bahasa
Jawa-dwipa (Jawa Asli) menjadi bahasa Sansekerta yang ditulis dengan bahasa
Pallawa, rombongan pendeta Hindhu yang dipimpin oleh Aji Saka, keburu pulang ke
tanah asalnya. Karena saat itu di Jawa mewabah penyakit pes.
Pendapat
lain juga mengatakan bahwa wilayah Banyumasitu diibaratkan seperti adoh ratu cedhak watu (jauh dari ratu
dan dekat dengan batu). Sepanjang sejarah local Banyumas, tidak pernah ada raja
di Keraton Banyumas. Yang ada hanya Adipati (Bupati) Kraton yang diangkat serta
mewakili kraton-kraton di Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah bagian Timur.
Sejak
zaman Majapahit bahasa ngapak yang
berkembang di daerah Banyumas menjadi bahasa pergaulan yang dikenal dengan
bahasa Kawi atau Bahasa Krama Lugu. Dengan
vocal pengucapan ‘a’ tetap dibaca’a’.
Jadi,
ngga ada salahnya sebagai orang Banyumas merasa bangga dengan bahasa ngapaknya. Karena bahasa ngapak adalah bahasa tertua peradaban
Jawa bahkan sebelum aksara Jawa sampai di tanah Jawa itu sendiri. Dan hingga
kini masih eksis bahkan ditengah terjangan ribuan bahasa di dunia, bahasa ngapak masih relevan dan masih keren
digunakan.
Sip, apik yu tulisane, nyong wong ngapak, asli banyumas.
BalasHapusIya kudu bangga dadi wong ngapak :)
HapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Hapussipp lah yu nyong wong mbanyumas bangga nganggo basa ngapak..
BalasHapusJos yakin yoh bahasa paling tua, pantesan kosa katane akeh, angger kaya pengiyongan sih ra isin ngomong ngapak, ya mbuh angger wong sing sok sokan.
BalasHapus