Sejarah Elektrokardiograf : Pengukur Detak Jantung Manusia

(sumber gambar: dokumentasi pribadi koleksi Museum Kebangkitan Nasional) 

    Jantung merupakan organ vital manusia yang sangat penting. Ia akan selalu berdetak dan memompa darah. Jika ia berhenti sejenak saja, maka nyawalah taruhannya. Pada manusia normal detak jantung mencapai 60-100 denyut per menit (BPM). Maka, rata-rata jatung manusia akan berdetak sebanyak 35 juta kali dalam setahun dan 2,5 miliar selama seumur hidup. Detak jantung merupakan indikator penting untuk mengetahui kesehatan jantung manusia. Detak jantung seseorang dipengaruhi oleh faktor individu, seperti usia, ukuran tubuh, kondisi jantung, cuaca, aktivitas fisik atau olahraga, emosi, dan obat-obatan tertentu.

Mengingat pentingnya mengetahui detak jantung manusia, maka pada tahun 1903 seorang Ilmuwan Belanda menemukan elekrokardiogram (EKG). Elektrokardiogram merupakan grafik yang dibuat oleh elektrokardiograf, untuk mendeteksi detak jantung manusia. Seorang ilmuwan Belanda bernama Willem Einthoven lahir di Semarang pada 21 Mei 1860. Ayahnya seorang dokter berkebangsaan Belanda yang ditugaskan di Hindia Belanda (sekarang Indonesia). Namun, pada usia 6 tahun, ayahnya wafat dan ia bersama ibunya kembali ke Utrecht, Belanda. Ia menempuh pendidikan di fakultas kedokteran Universitas Utrecth. Pada akhir abad ke 19, ia diajak bergabung dalam penelitian mengenai irama jantung manusia. Einthoven menemukan bahwa dunia kedokteran perlu sebuah alat yang lebih canggih yang dapat merekam denyut jantung.

Setelah beberapa tahun meneliti, ia menciptakan mesin galvanometer. Galvanometer ialah alat yang dapat merekam denyut jantung dan memberikan rekaman grafis, meski mesin tersebut masih sangat besar namun alat itu ialah cikal bakal mesin elektrokardiograf yang kita pakai sekarang. Pada tahun 1924, Einthoven dianugerahi Hadiah Nobel Kedokteran untuk menciptakan sistem praktis pertama elektrokardiografi digunakan dalam diagnosis medis.

Komentar

Postingan Populer