Legenda Putri Ayu Limbasari



“cantik itu kutukan”

Percayakah kalian dengan kata-kata tersebut? 

Seorang pepatah mengatakan cantik itu ternyata tidak selamanya indah, namun setiap perempuan pasti menginginkan kecantikan. Ini juga tertulis dalam Novel Best Sellernya Eka Kurniawan yang berjudul Cantik Itu Luka. Namun, dalam tulisan kali ini saya tidak akan membahas novel ini. 

Berbagai cerita membuktikan banyak perempuan-perempuan cantik yang kemudian harus menanggung takdir penderitaan karena kecantikannya. Misalnya saja, Cleopatra, Roro Jonggrang, Cinderella, atau yang lain. Pada kesempatan kali ini saya ingin menulis kisah tentang kisah Putri Ayu Limbasari. 

Limbasari merupakan sebuah desa/kelurahan di kecamatan Bobotsari, Purbalingga, Jawa Tengah. Desa ini juga menjadi desa kelahiran penulis dan rumah yang selalu ingin dijumpai ketika pulang. Limbasari merupakan desa wisata yang terkenal dengan keindahan alamnya, dengan pegunungan yang membentang, sungai yang konon tak pernah keruh, bentangan sawah yang luas dan jalanan desa yang mulus. Namun, ada hal menarik lain dari desa ini yaitu legenda yang dituturkan secara turun temurun, yaitu Kisah Putri Ayu Limbasari.

Sosok Putri Ayu Limbasari tidak lepas dari seorang penyebar dakwah dari Turki bernama Syech Gandiwasi. Dirinya datang kepada Panembahan Senopati di Mataram untuk memohon izin untuk dapat menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa. Syekh Gandiwasi ini bisa menyingkirkan gangguan makhluk halus hingga menghasilkan nama wilayah Desa Dagan. Setelah melakukan perjalanan, Syekh Gandiwasi kemudian tinggal di sebuah hutan yang dikenal dengan nama Limbasari.

Sosok pendakwah ini memiliki seorang murid bernama Ketut Wlingi. Kela murid ini dinikahkan dengan anaknya yang bernama Siti Rumbiah. Dari pernikahan ini, dianugerahi seorang putri bernama Sri Wasiati. Sri Wasiati ini terkenal akan kecantikannya yang mempesona mata banyak orang. Tidak terkecuali para adipati yang berada di sekitarnya. Lamaran yang datang secara bersamaan ini membuat Sri Wasiati bingung. Sri Wasiati inilah yang dikenal dengan Putri Ayu Limbasari.

Karena itulah, adik dari Sri Wasiati yakni Wlingi Kusuma memberikan syarat agar bisa mengalahkannya supaya dapat menimang kakaknya. Tetapi kesaktian Wlingi Kusuma membuatnya tak bisa dikalahkan. Namun para adipati ini melakukan kecurangan dengan mengeroyok Wlingi Kusuma. Mereka kemudian memotong bagian tubuh, lantas menguburkan beberapa bagian tubuh dari Wlingi Kusuma tersebut.

Kematian Wlingi Kusuma yang tidak semestinya membuat Sri Wasiati semakin bingung. Sehingga memohon petunjuk dari Tuhan Semesta Alam. Dirinya pun melakukan tapa pendem hingga meninggal dunia. Sri Wasiati mengambil langkah itu agar bisa menyelamatkan desanya. Pasalnya bila dirinya memilih salah satu adipati, akan banyak orang yang datang ke desanya untuk melakukan tindakan kriminal. Kisah Putri Ayu Limbasari masih banyak dikenang oleh masyarakat Purbalingga. 

Kisah ini juga dituturkan secara turun temurun oleh masyarakat Limbasari. Kisah ini juga diikuti dengan pantangan bagi perempuan-perempuan desa ini. Konon sebelum melakukan tapa pendhem (mengubur diri hidup-hidup), sang putri berkata “Cantik ini seperti kutukan, biarkan cukup aku yang menderita. Kelak keturunan perempuan-perempuan desa ini tidak ada yang secantik aku dan tidak ada yang memiliki rambut sepanjang aku.”

Maka, didesa kami pantang para perempuan baik anak-anak maupun dewasa untuk memanjangkan rambut melewati kaki. Konon kata orang-orang tua, nantinya kita akan langsung meninggal karena kutukan tersebut. Meski tak percaya sepenuhnya, saya tak pernah memanjangkan rambut sepanjang itu, karena memang rambutnya rontok. hehehe



Jakarta, 2024

Komentar

Postingan Populer