Dewi Sartika: Lentera Pendidikan Bumi Parahyangan [Bagian 2]



Seberapa tinggipun derajat dan pangkat seseorang hakekatnya ia tetaplah sama, makhluk Tuhan yang selalu ingin belajar


Dewi Sartika dan Menak Bumi Parahyangan

Kaum priyayi di Priangan disebut kaum menak, suatu istilah yang mengacu kepada kelas sosial atau golongan bangsawan dalam kebudayaan Sunda. Sebagai keturunan penguasa dan keluarga kerajaan tatar Sunda, terdapat gelar-gelar yang biasa mereka gunakan, antara lain Raden Tumenggung, Dipati dan Ratu. Orang-orang yang disebut menak antara lain patih, onder collecteur, jaksa dan penghulu pada tingkat kabupaten. Untuk tingkat distrik terdiri dari wedana dan mantri ulu-ulu yang pekerjaannya mengurus pengairan. Di daerah onderdistrik yang dianggap Menak adalah camat. 

Menak atau bangsawan Sunda berasal dari tujuh macam golongan, yaitu Bangsawan, Hartawan, Budiman, Setiawan, Gunawan, Dermawan, dan Sastrawan. Oleh karena itu, semua menak bangsa manapun selalu dihormati oleh rakyat serta larangan dan nasehatnya selalu ditaati. Sangat mudah rakyat meniru kebaikan ataupun keburukan yang menak kerjakan.

Para Menak melegitimasi keberadaan  dan pengaruhnya. melalui perkawinan, meniru kebudayaan dan tradisi kraton, memelihara sejumlah abdi, membedakan pakaian mereka dan memakai berbagai macam lambang untuk mempertahankan perbedaan antara Menak dan rakyat kebanyakan. Bagi kaum menak pantang untuk melakukan semua pekerjaan kasar. Golongan menak dapat dikatakan sebagai golongan feodal yang diperalat oleh pemerintah hindia belanda untuk mengeksploitasi kekayaan bangsa yang mengakibatkan penderitaan dan kemelaratan bagi rakyat.

Sebagai alat pemerintahan, menak mempunyai kekuasaan dan wewenang yang besar, dalam melaksanakan kebijakan-kebijakan pemerintah Hindia Belanda. Peranan menak tidak selamanya sebagai alat yang mempertentangkan kepentingan penguasa dengan rakyat, mereka juga bisa menjadi penghubung antara pemerintah Hindia Belanda dengan rakyat. Dalam bidang politik, menak berperan sebagai basis kekuasaan pemerintah kolonial. Sementara di bidang ekonomi, menak memegang peranan penting dalam mekanisme produksi hasil bumi, terutama kopi, karena pemerintah kolonial mempertahankan Preangerstelsel ( Sistem Priangan ). Dalam bidang sosial budaya, menak berperan sebagai innovator dalam proses akulturasi kebudayaan antara budaya Sunda dengan budaya Barat.

Dewi Sartika sangat berharap kalangan menak bersatu untuk memajukan rakyat kecil. Karena pada masa itu, hanya menak dan keturunannya yang mendapat pendidikan dari kalangan pribumi. Jika menak bersatu untuk mencerdaskan bumiputera, maka rakyat bumiputera lambat laun akan maju. Salah satu caranya adalah dengan pendidikan dan mendirikan sekolah.

Namun, sayangnya cita-cita mulianya banyak mendapat tentangan dari para menak. Bahkan, dari kalangan keluarganya sendiri. Banyak dari mereka tidak setuju jika rakyat kalangan bawah juga mendapat pendidikan layaknya para menak. 

Eta lamun abdi-abdi palinter kabeh, henteu aya menakna, cara jati kasilih ku junti, tangkal eleh ku mangandeuh.”

(Jika rakyat pintar semua, kelak tidak akan ada kalangan menak, laksana tersisihnya suatu golongan oleh golongan lain di kemudian hari)

Meski mendapat tentangan dari para menak dan keluarganya sendiri mengenai cita-citanya memajukan rakyat bumiputera dengan pendidikan. Dewi Sartika tidak mengeluh apalagi menyerah pada keadaan. Ia tetap berjuang dengan segala upaya untuk membuat rakyat bumiputera maju, seperti bangsa lainnya.


Tulisan ini merupakan bagian dari isi buku yang sudah diterbitkan melalui Museum Kebangkitan Nasional dengan judul "Dewi Sartika: Lentera Pendidikan Bumi Parahyangan", 2018



Komentar

Postingan Populer