Dewi Sartika: Lentera Pendidikan Bumi Parahyangan [Bagian 4]



Hormatilah kaum wanita, karena ibu kita adalah wanita, dan merekalah asal mula cakal bakal bangsa ini (Dewi Sartika)

Sakola Kautamaan Istri : Sekolah Perempuan Pertama Bumiputera 

Pada 1902, Dewi Sartika mendengar kabar kematian ayahnya Raden Somanagara yang itu artinya ibunya Raden Ayu Rajapermas harus kembali ke Bandung. Kemudian Dewi Sartika berpindah ke Bandung bersama ibunya, dan bertekad meneruskan cita-citanya. Ia terus memikirkan bagaimana memajukan anak-anak gadis, baik dari kaum ningrat maupun rakyat biasa. Sebelum mendirikan sekolah, Dewi Sartika memberikan pengajaran kepada kerabat perempuannya di belakang rumah ibunya di Bandung. Pengajaran ini berupa pelajaran menjahit, merenda, memasak, menyulam, tata krama, dan tentunya baca tulis Bahasa Melayu dan Bahasa Belanda. 

Kegiatan pengajaran Dewi Sartika semakin hari semakin ramai, dan dicurigai oleh Pemerintah Hindia Belanda sebagai sekolah liar. Pihak Pemerintah Kolonial Belanda kemudian mengirimkan tim inspeksi untuk menyelidiki kegiatan yang dilakukan Dewi Sartika. Pendirian sekolah di halaman belakang rumah menjadi lokasi inspeksi, karena dianggap sekolah liar yang membahayakan pemerintah kolonial Belanda. Namun, hasil inspeksi berbanding balik, sang inspektur Pengajaran Hindia Belanda di Bandung C Den Hammer terkesan dengan kegiatan yang dilakukan Dewi Sartika. Keinginannya untuk mendirikan sekolah khusus perempuan didukung oleh Hammer.

Halangan dan rintangan harus Dewi Sartika hadapi dalam mendirikan sekolah perempuan. Atas saran dari Inspektur Hammer, Dewi Sartika menemui Bupati Bandung R.A.A Martanagara untuk mendirikan sekolah khusus perempuan. Rasa haru yang diliputi kekaguman, Bupati Bandung mendukung gagasan Dewi Sartika. Akhirnya, pada 16 Januari 1904 berdirilah “Sakola Istri” di ruang Paseban Kabupaten, di sudut sebelah Barat Pendopo Bupati Bandung (sekarang taman pendopo Alun-Alun Bandung). 

Ketika berdiri, murid Sakola Istri berjumlah 60 orang, dengan 3 guru.  Jumlah murid terus bertambah sehingga pada tahun 1905 Sakola Istri dipindahkan ke jalan Ciguriang-Kebon Cau. Sebuah lahan yang dibeli sendiri oleh Dewi Sartika dengan uang tabungannya, dan dilebih dikenal dengan nama “Sakola Kautaman Istri” pada 1910.



Tulisan ini merupakan bagian dari isi buku yang sudah diterbitkan melalui Museum Kebangkitan Nasional dengan judul "Dewi Sartika: Lentera Pendidikan Bumi Parahyangan", 2018

Komentar

Postingan Populer