RESENSI NOVEL TENTANG KAMU
Judul :
Tentang Kamu
Nama Pengarang : Tere Liye
Cetakan :
Ketujuh, Desember 2018
Tebal Buku : vi + 524 halaman
ISBN :
978-602-082-234-1
“Apa yang akan Sri Ningsih
lakukan, jika menghadapi situasi seperti ini, akankah dia mundur dan menyerah?”
Berawal dari
panggilan Sir Thompson yang merupakan senior di firma hukum Thompson &Co.,
kepada Zaman Zulkarnaen, Zaman diberikan kesempatan untuk mengisi kursi lawyer
senior namun dengan syarat ia dapat menyelesaikan pembagian warisan sebesar 19
triliun rupiah. Nilai tersebut nyaris menyaingi kekayaan Ratu Inggris. Harta
tersebut tersimpan dalam 1 % kepemilikan saham di salah satu perusahaan
toiletries dunia.
Mirisnya,
harta tersebut ditinggalkan oleh seorang wanita yang meninggal di sebuah Panti
Jompo di Paris dan tidak meninggalkan satupun ahli warisnya. Sungguh kasus yang
menarik sekaligus membingungkan. Dengan petunjuk dari buku harian Sri Ningsih
yang didapat dari Madam Aimée yang
merupakan pengurus Panti Jompo dimana Sr Ningsih menghabiskan masa tuanya
hingga meninggal. Zaman mulai menelusuri kehidupan Sri Ningsih. Buku harian
tersebut berisikan 5 bagian kehidupan yang Sri Ningsih rangkum dengan cara yang
mengesankan.
Perjalanan
Zaman dimulai dengan mendatangi tempat dimana Sri Ningsih dilahirkan yaitu di
Pulau Bugin, sebuah kampung nelayan padat di Sumbawa. Ia menemui tetua di pulau
tersebut. beliau kemudian menceritakan kisah Sri Ningsih yang di juluki sebagai
“Gadis yang dikutuk”. Masa kecil Sri dipenuhi dengan drama kehidupan, mulai
dari kematian ibunya ketika melahirkan Sri, kemudian ayahnya menyusul ketika
sedang melaut untuk membelikan sepatu baru hadiah ulang tahunnya, hingga
kebakaran rumah yang membumihanguskan harta dan membunuh ibu tirinya yang
kejam. Meski ibu tirinya kejam, Sri adalah anak yang tidak pernah berburuk
sangka kepada siapapun meski sebesar debu. Setelah kejadian itu, Sri dan adik
tirinya, Tilamuta memutuskan pergi ke Jawa untuk menuntut ilmu di Madrasah Kyai
Ma’sum.
Bagian kedua
buku harian Sri Ningsih merupakan kisah hidupnya menuntut ilmu di Madrasah Kyai
Ma’sum di Surakarta. Sri merupakan anak yang cerdas, rajin dan baik hati. Jadi
ia mudah bergaul dengan siapapun. Sri menjalin persahabatan dengan Nuraini
(puteri pemiliki Madrasah) dan Mbak Lastri (salah seorang guru bahasa di
Madrasah). Kehidupan bahagia Sri mulai dari menuntut ilmu, hingga
berjalan-jalan bersama sahabatnya merupakan kenangan hidup yang manis. Namun,
hal ini sekertika berubah, ketika tahun 1965 terjadi pemberontakan PKI dan
pembantaian besar-besaran di Madrasah. Sedihnya dalang peristiwa ini adalah
Mbak Lastri dan suaminya. Madrasah bersimbah darah, para pemimpin Madrasah
meninggal di bunuh secara mengenaskan di loji pabrik tebu. Hanya Nuraini,
Arifin (suami Nuraini) dan Sri yang selamat. Bahkan adik Sri, hanya ditemukan
sisa potongan tubuhnya bekas di makan anjing di sawah. Sri tidak dapat
melupakan kenangan tersebut hinggaia memutuskan pergi ke Jakarta mencari
sesuatu yang baru. Dalam hati Sri tetap menganggap Mbak Lastri adalah
sahabatnya, sahabatnya yang seperti dulu, tanpa ada berburuk sangka meski
sebesar debu.
Hidup di
Jakarta tidaklah mudah nemun sekali lagi buku ini menceritakan Sri Ningsih
sosok wanita yang sangat tangguh semangat dan tekadnya. Jika ia terjatuh 1000
kali, maka ia harus bangkit 1001 kali. Inilah yang membuat Sri suskses menjadi
pengusaha pedagang kaki lima dengan inovasi gerobak untuk pertama kalinya di
Jakarta. Namun, semakin banyak saingan yang menirunya, Sri mengubah usahanya
menjadi usaha rental mobil yang sangat menguntungkan, usaha Sri yang terletak
di kawasan Pasar Senen melonjak semakin besar. Namun, dalam hitungan detik
semuanya lenyap ketika terjadi peristiwa Malari (15 Januari 1974). Lagi dan
lagi Sri Ningsih tidak menyerah kemudian ia bekerja sebagai pengawas di sebuah
pabrik sabun, ia banyak belajar hingga ia mandiri dan memutuskan membuat
pabriknya sendiri dari nol. Pabriknya yang terletak di kawasan Pulo Gadung,
semakin besar. Saat usahanya semakin meraksasa, Sri kemudian dihantui masa
lalu. Tragedi 1965. Sri memutuskan meninggalkan semua kesuksesannya.
Sri pergi ke
London, dengan keahlian menyetir yang ia pelajari di Madrasah. Sri menjadi
supir bus kota London. Sri bertemu dengan suaminya, seorang dari negeri Turki.
Cinta merupakan anugerah terbesar hidup Sri, demikian ia tulis dalam buku
harian Juz keempatnya. Sri menemukan keluarga baru (keluarga pemilik apartemen
yang sudah menganggap Sri seperti anak sendiri), suami dan anak (meski hanya 30
menit). Kesedihan kembali menempa Sri, mulai dai keguguran, kematian anak
keduanya hingga suami yang meninggal karena sakit tidak lama setelah itu. Mudah
bagi Sri, wanita yang selalu semangat untuk memeluk segala cobaan hidupnya,
dalam hitungan tahun Sri sudah dapat berdamai dengan masa lalu, namun tidak
dengan hantu masa lalu tragedi 1965. Sri kemudian meninggalkan apartemen, dan
mengarungi lautan menuju Kota Paris dengan menumpang kapal nelayan.
Sri menuju
sebuah panti jompo yang letaknya tidak terlalu jauh dari Menara Eiffel. Panti tersebut
menjadi persinggahan Sri Ningsih yang terakhir hingga tutup usia. Disini
pulalah ia mencapai cita-cita kecilnya, yaitu berkeliling dunia. Sri dapat
berkeliling dunia dengan menjadi seorang guru tari tradisional. Sri kemudian
tutup usia dengan meninggalkan harta warisan yang sangat misterius dan tanpa
hali waris.
Zaman menjadi
tenggelam dalam kisah hidup yang telah ia telusuri mulai dari Bugin smapai ke
Paris, Sri Ningsih yang sangat luar biasa, bagaimana dengan kekayaan senilai 19
triliun, bagimana dengan penyelesaian ahli waris, karena jika dalam 2 minggu
tidak ditemukan ahli waris, maka harta tersebut menjadi milik ratu Inggris. Anda
harus membacanya sendiri karena banyak hal tidak terduga dari novel ini.
Seperti Zaman Zulkarnaen, takad kuat Sri Ningsih dalam menghadapi masalah akan
menjdi motivasi tersendiri bagi para pembaca. “Apa yang akan Sri Ningsih
lakukan jika menghadapi situasi seperti ini, akankah dia mundur dan menyerah?”
demikianlah kata-kata yang cukup menghantui motivasi hidupku selama mebaca
novel ini. Selamat membaca!
Utan
Kayu, 15 April 2020
Komentar
Posting Komentar