Pengenalan Wawasan Kemaritiman melalui Sejarah Maritim Nusantara
Pendahuluan
Teringat sebuah lagu
yang hampir semua anak Indonesia pernah menyanyikannya. Adalah lagu “Nenek
Moyangku Seorang Pelaut” yang menggambarkan betapa Indonesia adalah negara
dengan potensi kelautan yang mengagumkan. Negara kepulauan terbesar di dunia, dengan
2/3 wilayah perairan dibandingkan daratannya ini pernah membuat negara tetangga
tunduk terhadap kekuatan maritimnya.
Sejak terpilihnya
presiden Republik Indonesia Joko Widodo yang memaparkan salah satu visinya
mengenai Indonesia sebagai poros maritim dunia, hal ini juga berkaitan dengan
pernyataan Wapres terpilih mengenai kekuatan maritim Indonesia, ekonomi
kepulauan, tidak mungkin tanpa industri maritim yang baik. Pernyataan tersebut
tentunya karena Indonesia memiliki potensi menjanjikan di sektor maritimnya
jika diolah dengan maksimal
Gagasan Indonesia
sebagai poros maritim dunia pertama kali dicetuskan oleh Capres dan Cawapres
Joko Widodo dan Jusuf Kalla dalam Debat Capres 2014 yang merupakan langkah
cerdas dalam memahami dan memanfaatkan keunggulan geografis Indonesia dan
potensi yang ada di dalamnya. Kemudian, Presiden Joko Widodo kembali menegaskan
Indonesia sebagai poros maritim dunia dalam KTT Asia Timur di Nay Pyi Taw,
Myanmar (13 November 2014). Dari total wilayah Indonesia, 70%-nya merupakan
wilayah perairan. Indonesia dengan total jumlah pulau mencapai 13.446
(Bakosurtanal, 2014) adalah Negara dengan jumlah pulau terbanyak di dunia,
sangat tepat jika Indonesia dijuluki Negara Kepulauan (news.detik.com,
12/11/2014).
Jika dilihat dari
sumber daya alam yang melimpah dan gagasan pemerintah mengenai Indonesia
sebagai poros maritim dunia, sangat memungkinkan keberhasilan Indonesia dalam
menjadi Negara yang besar melalui kekuatan lautnya. Namun, semua sumber daya
dan gagasan akan sia-sia jika masyarakatnya tidak memiliki pola pikir maritim. Karena
kesadaran masyarakat tentang kemaritiman yang kuat, akan sangat mempengaruhi
pengoperasionalan gagasan mengenai Indonesia sebagai poros maritim.
Dalam suatu pencapaian
sebuah gagasan nasional, tidak hanya peran pemerintah yang dibutuhkan dalam
membangun Indonesia sebagai Negara maritim yang baik atau sebagai poros maritim
dunia, namun peran masyarakat Indonesia juga tak kalah penting. Namun,
bagaimana masyarakat dapat turut berperan aktif, jika masyarakat sendiri buta
akan pengetahuan maritim?
Pengetahuan Maritim
melalui Sejarah Maritim Nusantara
Memahami masih
rendahnya Sumber Daya Manusia Indonesia, maka tidak mengherankan jika
pengetahuan masyarakat Indonesiapun masih sangat kurang. Lagu “Nenek Moyangku
Seorang Pelaut” pun bak slogan masa kecil yang tak memiliki arti. Sementara
disisi lain, pemerintah berupaya mengembangkan Indonesia menjadi kekuatan poros
maritime dengan memaksimalkan potensi laut yang ada. Gagasan yang diusungkan
pemerintah akan berjalan dengan baik jika masyarakat turut berperan serta dalam
pengembangan gagasan tersebut.
Disinilah peran sejarah
maritim sangat diperlukan sebagai pembuka jendela wawasan masyarakat Indonesia
mengenai maritim. Sejarah telah mencatat Nusantara menjadi saksi bisu,
kehebatan kerajaan besar penguasa kelautan bak Kekaisaran Romawi hingga mampu menerjang
penguasa kerajaan lainnya. Memasuki masa kerajaan Sriwijaya, Majapahit hingga
Demak, Nusantara adalah negara besar yang disegani di kawasan Asia, maupun di
seluruh dunia. Sebagai kerajaan maritim yang kuat di Asia Tenggara, Sriwijaya
(683-1030 M) telah mendasarkan politik kerajaannya pada penguasaan alur
pelayaran dan jalur perdagangan serta menguasai wilayah-wilayah strategis yang
digunakan sebagai pangkalan kekuatan lautnya.
Tidak hanya itu, Ketangguhan
maritim kita juga ditunjukkan oleh Singasari di bawah pemerintahan Kertanegara
pada abad ke-13. Dengan kekuatan armada laut yang tidak ada tandingannya, pada
tahun 1275 Kertanegara mengirimkan ekspedisi bahari ke Kerajaan Melayu dan
Campa untuk menjalin persahabatan agar bersama-sama dapat menghambat gerak maju
Kerajaan Mongol ke Asia Tenggara. Tahun 1284, ia menaklukkan Bali dalam ekspedisi
laut ke timur. Kemudian munculah kerajaan Majapahit, menjadi
kekuatan maritim terbesar pada abadnya (1350-1389 M). Majapahit mengusai hampir
seluruh Indonesia saat ini, hingga Singapura (Tumasik), Malaysia (Malaka), dan
beberapa negara ASEAN lainnya.Di balik kejayaan Majapahit, juga menyiratkan
kenyataan, bahwa dulu kita memiliki budaya maritim yang andal. Dari berbagai
belahan penjuru Nusantara tersebar banyak bandar atau pelabuhan besar. Juga
banyak peninggalan budaya yang melukiskan kegagahan nenek moyang orang
Indonesia sebagai pelaut. Sejarah pun telah menyebutkan bahwa bersatunya
Nusantara tidak lain karena kebesaran armada maritim.
Sejak abad ke-9 Masehi,
nenek moyang kita telah berlayar jauh dengan kapal bercadik. Ke Utara
mengarungi laut Tiongkok, ke Barat memotong lautan Hindia hingga Madagaskar, ke
Timur hingga Pulau Paskah. Kian ramainya pengangkutan komoditas perdagangan
melalui laut, mendorong munculnya kerajaan-kerajaan di Nusantara yang bercorak
maritim dan memiliki armada laut yang besar.
Meskipun, peradaban
bahari berangsur-angsur menghilang sejak masa kolonialisasi di Indonesia. Culture Stelsel atau yang sering dikenal
dengan Tanam Paksa rupanya telah meyakinkan rakyat Indonesia, bahwa Indonesia
adalah negara Agraris dengan 2/3 wilayahnya adalah wilayah laut. Sistem yang
telah ditetapkan di Nusantara selama berabad-abad tersebut nampaknya begitu
mengakar dalam mindseat rakyat Indonesia. Hingga saat inipun wawasan
kemaritiman rakyat negeri Maritim ini masih sangat kurang.
Mengoptimalkan Museum
Kegiatan pengenalan wawasan
kemaritiman melalui wisata waktu museum bahari merupakan salah satu cara selain
kegiatan-kegiatan kemaritiman lainnya. Salah satunya, Museum Bahari yang
terletak di Jalan Pasar Ikan, Penjaringan, Jakarta Utara merupakan tempat
wisata yang cukup strategis, karena berdekatan dengan wisata kota tua yang
ramai dikunjungi wisatawan. Namun, museum Bahari ini justru terkesan horor dan
kurang dalam penataan koleksi.
Terinspirasi wisata
laut negara lain, pengoptimalan museum dapat memanfaatkan posisi museum yang
terletak tidak jauh dari pelabuhan Sunda Kelapa. Pemerintah dan pihak museum
dapat menyatukannya dan menjadikannya sebagai wahana museum pula seperti di
museum maritim bekas perang dunia II di Mount Pleasant, South Carolina, Amerika
yang menampilkan kapal-kapal bekas perang dunia II di pelabuhan. Museum Bahari
dapat memanfaatkan pelabuhan Sunda Kelapa sebagai lahan pamer kapal asli
Indonesia, bukan sekedar replica atau miniature. Hal ini tentu akan menarik
wisatawan dalam memahami wawasan maritime.
Dapat pula dengan Pemutaran
Film 4D di dalam Museum Bahari. Terinspirasi dari The Maritim Experiential
Museum, Singapore dengan Thypoon Theatre-nya, sebuah teater multimedia 360
derajat, yang membuat penonton merasakan sensasi tersendiri. Museum Bahari akan
menampilkan film-film 4D tentang sejarah maritim, yang mengajak penonton
merasakan langsung sensasi dunia maritime Nusantara dengan ketangguhan
pelaut-pelautnya.
Jadi, penggunaaan
museum sebagai media pengenalan maritim dan metode jelajah waktu sebagai
penambahan wawasan maritime merupakan salah satu cara pencerdasan wawasan
kemaritiman rakyat Indonesia. Seperti yang telah kita ketahui pelayaran dan
perdagangan nusantara telah dikenal sejak zaman pra-aksara, bahkan kejayaan
nenek moyang yang konon telah berlayar hingga Madagaskar. Perjalanan maritim
negeri ini yang mengagumkan tidak akan hilang begitu saja, namun dengan pengenalan
wawsan kemaritiman Indonesia melalui sejarah maritime Nusantara, diharapkan
dapat menjadi pembangkit semangat kemaritiman bangsa. Alhasil, “Nenek Moyangku
Seorang Pelaut” tidak hanya menjadi slogan dan lagu masa kecil kita. Dengan
mengerti sejarah maritim, maka akan timbul kesadaran maritim masyarakat
Indonesia yang saat ini masih sangat minim. Kesadaran kemaritiman masyarakat
Indonesialah yang akan mempermudah pengoperasionalan menuju Indonesia sebagi
Poros Maritim Dunia.
Referensi:
Anonim. Kawasan Cagar Budaya Museum Bahari Gambaran
Bangunan. Juli 5, 2014.
https://sukmappuru.wordpress.com/2014/07/05/kawasan-cagar-budaya-museum-bahari-gambaran-bangunan/
(accessed Februari 2, 2015).
—. Kawasan Cagar Budaya Museum Bahari Unsulan Penanganan
Pelestarian. Agustus 7, 2014. https://sukmappuru.wordpress.com/2014/07/08/kawasan-cagar-budaya-museum-bahari-usulan-penanganan-pelestarian/
(accessed Februari 3, 2015).
—. Mariteme Experiential Museum. n.d.
www.yoursingapore.com/content/traveller/id/browse/see-and-do/family-fun/attraction/maritim-experiential-museum.html
(accessed Februari 2, 2015).
Aria, Pingit. Mari Ramaikan Museum Bahari Jakarta.
Agustus 30, 2012.
http://www.tempo.co/read/news/2012/08/30/199426318/Mari-Ramaikan-Museum-Bahari-Jakarta
(accessed Februari 2, 2015).
Fitrianto, Dahono. "ke museum nonton quot hantu
quot." article arkeologi publik, n.d.: 768.
Ikawati. "Museum Bahari Gelar Pasar Ikan Fair." Journal
Maritim, 2014: iv.
Lapian, A.B. Sejarah Nusantara Sejarah Bahari. Jakarta: FIB UI, 1992
Muhammad. Menjadi Poros Maritim Mampukah Kita?
Desember 11, 2014. http://news.detik.com/read/2014/11/12/174430/2746580/103/menjadi-poros-maritim-dunia-mampukah-kita
(accessed Februari 1, 2015).
Ros/Rah. Menko Maritim RI Indonesia Poros Maritim Dunia.
Januari 6, 2015.
http://bem.its.ac.id/menko-maritim-ri-indonesia-poros-maritim-dunia/ (ros/rah)
(accessed Februari 6, 2015).
Suprihardjo. Ulangan Berita Duta Wisata Bahari ke-4.
April 2014.
http://beritasuprihardjo.blogspot.com/2014/04/ulangan-berita-duta-wisata-bahari-ke-4.html
(Suprihardjo) (accessed Februari 3, 2015).
Teresia, Ananda. Jokowi Tegaskan Indonesia Poros Maritim
Dunia. November 13, 2014.
http://www.tempo.co/read/news/2014/11/13/078621705/Jokowi-Tegaskan-Indonesia-Poros-Maritim-Dunia
(accessed Februari 1, 2015).
Utomo, Debby Restu. Menengok Museum Maritim Bekas Perang
Dunia II. n.d. www.merdeka.com/foto/dunia/96952/menengok-museum-maritim-bekas-perang-dunia-ii-002-debby-restu-utomo.html
(accessed Februari 2, 2015).
Komentar
Posting Komentar