Lempar Melempar Kritik, Salah Salahan Rekan
"Masih terlalu banyak kaum munafik yang berkuasa. Orang yang berpura-pura suci dan mengatasnamakan Tuhan" (Soe Hok Gie)
Belakangan
saya dihadapkan pada fenomena sederhana dan klasik yang terlihat rumit. Hingga saya
enggan untuk mengurai benang-benang masalah tersebut. Sederhana saja, hanya
karena seorang tidak mampu menerima kritik dari orang lain kemudian orang
lainnya menimpali sampai-sampai masalah ini terlihat panjang. Inilah kenyataan
dari sebuah dunia perpolitikan dan dinamika kekuasaan.
Menurut
Mariam Budiarjo dalam bukunya Dasar-dasar Ilmu Politik, politik dan kekuasaan
merupakan ilmu sosial tertua di dunia, namun sampai detik ini pun saya tak paham
mengapa orang dapat begitu beringas
jika masuk ke dunia tersebut. Tak ayal, hal ini juga menimpa mahasiswa yang
dianggap dewa idealisme dari segala macam manusia. Oleh karena itu, dalam
tulisan kali ini saya tidak akan memperdalam mengapa dan siapa itu politik dan
kekuasaan yang kerap membutakan nurani mahasiswa. Namun, saya lebih suka
membahas serah terima kritikan yang sedikitnya mampu meredam kebringasan kekuasaan tersebut.
Sadarkah
kita, hidup di Jakarta merupakan tantangan luar biasa dalam menghadapi
perbedaan. Kalau kata nenek kita harus legowo
atau lapang dada. Jika belajar dari sejarah, ini sudah terjadi sejak tahun
1600an ketika VOC bercokol di Batavia. Meskipun VOC berkuasa saat itu,namun
iapun tidak mampu memberikan kesan Eropa yang kuat pada kota ini. Meskipun orang
Eropa selalu mengambisikan Batavia seperti apa yang mereka inginkan. Padahal jika
kita lihat buku Susan Blackburn yang berjudul Jakarta: A History dijelaskan pada abad ke 17 data orang yang
menetap di Batavia adalah sebagai berikut:
Orang
Belanda 2.024
Orang
Eurasia 726
Orang
Cina
2.747
Orang
Mardjiker (Portugis Hitam) 5.326
Orang
Moor dan Jawa
1.339
Orang
melayu 611
Orang
Bali 981
Budak 13.278
Jumlah
total populasi 27.068
Dari
data diatas jelas tergambar, bagaimana golongan dengan prosentase 7% mampu
mengubah kota Batavia seperti kota Eropa. Catatan-catatan masa lalupun
didominasi Eropa, terutama Belanda. Karena ambisiusme mereka yang sedemikian
rupa, hingga membuat sekitar 25.000 orang harus menurut apa mau mereka. Meski tak
jarang apa yang diinginkan orang Belanda merugikan 25.000 orang di Batavia. Inilah
yang disebut penjajahan, Belanda yang tak pernah mau menerima masukan dan
kritikan dari orang selain golongan mereka. Lalu apa bedanya dengan si
mahasiswa yang haus kekuasaan diatas?
Disinilah
nurani kita diketuk, ketika engkau disebut manusia paling idealis dari
manusia-manusia lain, tidakkah engkau mau disebut manusia penjajah seperti
Belanda dulu? Yang memaksa sekitar 93% golongan dan pemikiran untuk mengikuti
ambisimu. Mahasiswa tidak selalu terlihat keren dengan jabatan yang
disandangnya kok, kamu lebih terlihat keren ketika kamu mau bijak menerima
kritik dan saran seseorang. Kamu tidak hanya keren dimata kita namun juga dimata
Allah dan seluruh semesta-Nya.
Komentar
Posting Komentar