Terima Kasih Guruku
“Sehebat
apapun seseorang, pastilah ada guru yang mengajarinya”
Begitu
sarat makna pepatah diatas, ketika kita diatas langit. Ingatlah kita berasal
dari tanah dan ketika kita menapakinya kita masih dituntun oleh seorang sosok
yang akrab kita sapa dengan Bu Guru atau Pak Guru.
Menjadi
seorang guru bukanlah pilihan yang terbaik untuk hidup kaya bahkan berkecukupan
materi, namun ribuan orang memilih menjadi guru. Bukan masalah materi atau
sumber mata pencaharian hidup, namun pengabdian untuk kemanusiaan yang menjadi
kenikmatan tersendiri bagi hati nurani mereka yang menafkahkan waktu, tenaga
dan ilmunya untuk umat. Ini terlihat ketika orientasi guru bukan pada imbalan
atas apa yang ia lakukan tapi mengenai hasil yang ia lihat dari anak didiknya.
Saya
masih ingat ketika guru saya tersenyum haru ketika mengetahui saya bisa
berhitung 1-20 di waktu TK. Jika belajar dari kearifan masa lalu, betapa
hampanya kita sebagai manusia tanpa ilmu yang diajarkan guru kita. Saya tak
bisa membayangkan ketika saya harus buta aksara karena tak ada yang mengajari
saya, mungkin hidup saya tak ayal bedanya dengan manusia pra aksara yang kerap
digambarkan dalam buku-buku sejarah.
Jadi
yang membedakan kita dengan manusia pra aksara adalah aksara, yang selama ini
diajarkan oleh guru kita. Betapa kita bisa membaca jendela dunia, menulis isi dunia dan bertukar pendapat
mengenai isu isu dunia hingga seperti sekarang ini, berawal dari aksara yang
diajarkan guru kita.
Tidak
hanya aksara dan ilmu dunia, namun pelajaran hidup, motivasi, pengalaman hidup
bahkan sampai penyelesaian masalah pribadi kerap kali kita dapatkan dari guru
kita. Guru adalah orang tua kedua kita, mungkin ucapan terima kasih takkan
cukup membalas semua yang telah kita dapatkan. Mungkin hanya dengan doa yang
ikhlas agar Allah yang membalas kebaikan-kebaikanmu, wahai guruku.
#EduwaMenulis
#HariGuruNasional
Komentar
Posting Komentar